SENI REYOG PONOROGO part 2

       Pada postingan sebelumnya telah disampaikan sedikit uraian mengenai bentuk pementasan Reyog Ponorogo versi Reyog Obyog. Pada postingan kali ini akan disampaikan bentuk pementasan Reyog Ponorogo versi Reyog Festival. Reyog Festival sebenarnya adalah jenis pementasan Reyog Ponorogo yang tergolong masih berumur muda. Bentuk pementasan Reyog Ponorogo yang berjenis Reyog Festival ini umurnya lebih muda dari Reyog Obyog dalam artian kemunculannya baru beberapa tahun belangkangan semenjak diadakannya Festival Reyog Nasional atau FRN yang dihelat setiap satu tahun sekali di Panggung Utama Alun-Alun Ponorogo.

  1. Reyog Festival
       Reyog Festival merupakan Reyog Ponorogo versi jangkep (lengkap). Reyog Festival mementaskan lakon cerita kerajaan Bantarangin yang berupa cerita proses lamaran Prabu Klana Sewandana kepada Dewi Sanggalangit putri Kerajaan Kediri.
         Reyog Festival (RF) merupakan versi Reyog Ponorogo yang dilombakan/ difestivalkan dengan adanya pembatasan durasi pementasan. RF dipentaskan di atas panggung yang memang disediakan untuk proses pementasan RF tersebut. Adanya panggung tersebut memberikan batasan yang jelas antara pelaku seni dengan penonton, sehingga pononton tidak dapat ikut serta berjoget atau sebagai pelaku seni dadakan. RF pada umumnya selalu dipentaskan pada dua event besar yaitu Festival Reyog Nasional (FRN) dan Festival Reyog Mini Nasional (FRMN) yang diadakan setiap satu tahun sekali oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Ponorogo bekerjasama dengan pihak sponsor. 
    Pementasan RF selalu mengacu pada standar pementasan Reyog Ponorogo Festival. Pada pementasannya RF dituntut untuk mengikuti standar penjurian FRN maupun FRMN. Drama tari yang dipentaskan merupakan kesatuan yang komplit mulai adegan tari Warok, Bujangganong, Jathil, Klana Sewandana dan Singa Barong. Gerakan tari pada RF tetap berpedoman kepada standar gerakan tari Reyog Ponorogo yang ada, walaupun diperbolehkan adanya koreografi tari. 

Gerakan tari dalam kesenian Reyog Ponorogo menurut Tim Pemkab Ponorogo (1996: 59), digolongkan menjadi tiga macam: tari lepas, tari utuh/ merak tarung, dan tari iring-iring Panaragan. 

1. Tari Lepas, merupakan pementasan tari secara sendiri-sendiri. Peraga tari secara bergantian dan berurutan seseuai dengan pedoman. Urutan tari tersebut diawali dengan tari Warok/ Kolor Sakti, tari Jathilan, tari, Bujangganong/ Ganongan, tari Klana Sewandana, dan terakhir tari Barongan. 

2. Tari Utuh/ Merak Tarung, merupakan penampilan Reyog secara keseluruhan. Seluruh peraga penari Reyog Ponorogo menari bersama-sama kemudian dilanjutkan dengan tari perang antara Barongan dengan Barongan (bila terdapat dua atau lebih unit Reyog), tari perang antara Barongan dengan Jathilan, tari perang antara Barongan dengan Bujangganong, tari perang antara Barongan dengan Klana Sewandana. 

3. Tari Iring-Iringan Panaragan, merupakan tari yang dilakukan setelah Tari Utuh/ Merak Tarung. Berupa tari Reyog Ponorogo dalam posisi berjalan berurutan. 

        Unsur iringan musik pada umumnya mengikuti konsep gerak tari yang diciptakan dan begitu pula sebaliknya dengan tetap memperhatikan konsep dasar gendhing Reyog Ponorogo. Konsep dasar gendhing Reyog Ponorogo menurut Tim Pemkab Ponorogo (1996: 19), dibagi ke dalam lima macam, yaitu (1) Gendhing Panaragan (iring-iring), (2) Gendhing Kebogiro, (3) Gendhing Sampak, (4) Gendhing Patrajayan, (5) Gendhing Obyog. 

1. Gendhing Panaragan (Iring-iring)­, merupakan gendhing yang dipergunakan sebagai iringan joget/ tari iring-iring yang dapat diikuti dengan lagu sesuai keinginan. 

2. Gendhing Kebogiro, digunakan sebagai iringan tari Patih Bujangganong dan kiprah Prabu Klana Sewandana 

3. Gendhing Sampak, digunakan sebagai iringan tari Barongan, tari Jathilan, dan adegan tari peperangan baik dalam adegan tari utuh maupun merak tarung. 

4. Gendhing Patrajayan, merupakan gendhing dengan tempo lambat pada tari iring-iringan yang diselingi dengan gerakan di tempat. 

5. Gendhing Obyog, gendhing yang dipergunakan sebagai iringan tari barongan atau menjelang pentas Reyog dimulai. 

        Pada unsur bahasa, Aji ( 2013: 41) menerangkan bahwa bahasa yang muncul pada RF menjadi nilai lebih yang menunjukan kualitas suatu sajian pementasan dari masing-masing grup RF. Bahasa dalam RF dapat digunakan sebagai sarana komunikasi baik antara pemain dengan pemain maupun pelaku seni dengan penonton. Komunikasi yang terjadi antar pemain merupakan fungsi bahasa sebagai pembangun suasana pementasan. Komunikasi yang terjadi antara pelaku seni dengan penonton merupakan fungsi bahasa tersebut yang digunakan sebagai sarana penyampai pesan atau amanat cerita yang sedang dipentaskan.

berikut adalah salah satu contoh pementasan Reyog Ponorogo jenis Reyog Festival silahkan lihat di sini

daftar pustaka 

Aji, Tri. 2013. Register dalam Pementasan Reyog Ponorogo oleh grup Kridha Taruna.Skripsi. FBS UNY.
Poerwadarminta, W. J. S. 1939. Baoesastra Djawa. Batavia: J. B. Wolters Uitgevers Maatschappij N. V.
Tim Pemkab Ponorogo. 1996. Pedoman Dasar Kesenian Reyog Ponorogo Dalam Pentas Budaya Bangsa. Ponorogo: Pemerintah Kabupaten Daerah tingkat II Ponorogo.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © INDOMAMPIR2